“Right now, we’re like the clock
hands at 12:30. Our backs turned against each other, looking at different
places, about to throw everything away”
10:30 PM
Mendung.
Muramnya
cahaya bulan yang bersembunyi dibalik tebalnya awan seolah sedang mati-matian
bersaing dengan kerlip lampu jalan yang menjadi penerangan utama jalanan malam
itu. Deru mesin Mustang dan suara musik berdentum dari radio yang dibiarkan
menyala (meski tidak benar-benar didengarkan oleh pengemudinya), menemani
seorang lelaki dalam balutan jaket kulit dan kaus lusuh dibalik kemudi, menyusuri
jalanan lebar beraspal tanpa tujuan yang pasti.
Ia
menyukainya. Pergi jauh; hanya ia dan Mustang merahnya, menyusuri jalan-jalan
tol yang sepi di malam hari, menyalakan radio keras-keras, dan mengemudi sesuka
hatinya. Baginya, pergi bagaikan anti-depresan. Memacu kecepatan kendaraan
tersebut hingga hampir melampaui batasnya, dengan hanya ditemani kerlip redup
rembulan dan lampu jalanan serta gemerisik suara radio selalu berhasil
menenangkan risaunya.
Tapi
kali ini lain, semakin cepat ia memacu mobil klasik tersebut, semakin kencang musik
yang ia putar, seberapa jauh pun ia pergi, rasa itu tidak mau hilang. Rasa yang
datang ketika seseorang yang pada suatu masa pernah menjadi poros hidupnya
pergi; hampa.
11:30 PM
Gerimis.
Rintik
hujan satu per satu turun dan pecah saat bertubrukan dengan kaca dan badan besi
mobil merah itu. Dentumannya yang lembut beradu dengan suara musik yang
memenuhi ruangan mobil menciptakan kombinasi melodi yang membangkitkan memori
sang lelaki akan sosok yang pernah mengisi tempat yang kini kosong dalam dirinya.
Senyumnya yang secerah mentari pagi, suaranya yang setenang riak danau, helai
rambutnya yang sehitam arang namun sehalus sutra, kerling matanya…
Pedal
gas diinjak, sementara kemudi dicengkramnya erat. Mesin Mustang itu meraung,
seolah merepresentasikan perasaan yang datang menghantam pengemudinya. Jarum
penunjuk speedometer bergerak naik
dengan cepat dan mobil itu pun melesat pergi. Pergi, seperti yang selalu ia
lakukan.
12:30 AM
Hujan.
Bukankah
lucu jika benda-benda di sekeliling kita ternyata bisa menceritakan mengenai
kisah kita lebih banyak daripada yang bisa diceritakan oleh mulut kita sendiri?
12:30.
Jarum pendek yang menunjuk tempat kosong diantara angka 12 dan 1, sementara
pasangannya, sang jarum panjang memalingkan tubuhnya dan menunjuk kearah yang
benar-benar berlawanan. Seolah mereka sedang memunggungi satu sama lain.
Berpaling dari satu sama lain. Bergerak kearah yang berlawanan.
Tanpa
disadari, Mustang merah itu telah menghentikan lajunya. Jarum jam terus
bergerak dan malam pun merangkak larut, tapi bagi lelaki itu semuanya sudah
berhenti. Berhenti di 12:30. Semuanya telah berhenti saat mereka memutuskan
untuk berpaling dan bergerak kearah yang berlawanan, layaknya jarum jam pada
pukul 12:30.
“Right now, we’re like the clock hands at
12:30.We’re walking to a place we can never return from”
***
Inspired from one deep dark night accompanied by Taeyang's 1AM, B2ST's 12:30 and Drive
No comments:
Post a Comment