Sunday, 28 June 2015

#1 12:30

“Right now, we’re like the clock hands at 12:30. Our backs turned against each other, looking at different places, about to throw everything away”

10:30 PM

Mendung.

Muramnya cahaya bulan yang bersembunyi dibalik tebalnya awan seolah sedang mati-matian bersaing dengan kerlip lampu jalan yang menjadi penerangan utama jalanan malam itu. Deru mesin Mustang dan suara musik berdentum dari radio yang dibiarkan menyala (meski tidak benar-benar didengarkan oleh pengemudinya), menemani seorang lelaki dalam balutan jaket kulit dan kaus lusuh dibalik kemudi, menyusuri jalanan lebar beraspal tanpa tujuan yang pasti.

Ia menyukainya. Pergi jauh; hanya ia dan Mustang merahnya, menyusuri jalan-jalan tol yang sepi di malam hari, menyalakan radio keras-keras, dan mengemudi sesuka hatinya. Baginya, pergi bagaikan anti-depresan. Memacu kecepatan kendaraan tersebut hingga hampir melampaui batasnya, dengan hanya ditemani kerlip redup rembulan dan lampu jalanan serta gemerisik suara radio selalu berhasil menenangkan risaunya.

Tapi kali ini lain, semakin cepat ia memacu mobil klasik tersebut, semakin kencang musik yang ia putar, seberapa jauh pun ia pergi, rasa itu tidak mau hilang. Rasa yang datang ketika seseorang yang pada suatu masa pernah menjadi poros hidupnya pergi; hampa.

11:30 PM

Gerimis.

Rintik hujan satu per satu turun dan pecah saat bertubrukan dengan kaca dan badan besi mobil merah itu. Dentumannya yang lembut beradu dengan suara musik yang memenuhi ruangan mobil menciptakan kombinasi melodi yang membangkitkan memori sang lelaki akan sosok yang pernah mengisi tempat yang kini kosong dalam dirinya. Senyumnya yang secerah mentari pagi, suaranya yang setenang riak danau, helai rambutnya yang sehitam arang namun sehalus sutra, kerling matanya…

Pedal gas diinjak, sementara kemudi dicengkramnya erat. Mesin Mustang itu meraung, seolah merepresentasikan perasaan yang datang menghantam pengemudinya. Jarum penunjuk speedometer bergerak naik dengan cepat dan mobil itu pun melesat pergi. Pergi, seperti yang selalu ia lakukan.

12:30 AM

Hujan.

Bukankah lucu jika benda-benda di sekeliling kita ternyata bisa menceritakan mengenai kisah kita lebih banyak daripada yang bisa diceritakan oleh mulut kita sendiri?

12:30. Jarum pendek yang menunjuk tempat kosong diantara angka 12 dan 1, sementara pasangannya, sang jarum panjang memalingkan tubuhnya dan menunjuk kearah yang benar-benar berlawanan. Seolah mereka sedang memunggungi satu sama lain. Berpaling dari satu sama lain. Bergerak kearah yang berlawanan.

Tanpa disadari, Mustang merah itu telah menghentikan lajunya. Jarum jam terus bergerak dan malam pun merangkak larut, tapi bagi lelaki itu semuanya sudah berhenti. Berhenti di 12:30. Semuanya telah berhenti saat mereka memutuskan untuk berpaling dan bergerak kearah yang berlawanan, layaknya jarum jam pada pukul 12:30.


“Right now, we’re like the clock hands at 12:30.We’re walking to a place we can never return from”

***

Inspired from one deep dark night accompanied by Taeyang's 1AM, B2ST's 12:30 and Drive



No comments:

Post a Comment