Sunday 22 November 2015

#8 Dibuang Sayang

November has been the toughest month of this year. So much things are happening in this one month, and I don't know if I should feel happy? Anxious? Tired? Maybe all of them.

But I won't talk about that in this post, no. I will talk about... poems. Now, this is a new area for me. Jadi gini, in one of those days of November gue tiba-tiba terpilih menjadi kontingen puisi dalam ajang perlombaan seni bertajuk UI Art War. Those of you yellow jacketers must know what that competition is. Dan ya, I was one of the kontingen (the fuck is the english of kontingen, please pardon my bilingual-ness).

It was on a whim really, I didn't even thought about applying at al at first. Tapi akibat peer pressure (???) akhirnya gue memutuskan untuk mencoba. Poem is never really my forte. Yes, I write but it's more like a short story, novelet, drabble. Never poems.

Imagine how shocked I am when I got the notification that I was choosen to be the kontingen.

So, in the process of that gue diharuskan untuk membuat dan mengirimkan beberapa puisi. And this post, is about the poems I wrote and the one I finally send in for the competition.

***

Kata Ibuku

Kata Ibuku,
Ilmu membuat seseorang terhormat
Ilmu mengangkat derajat,

Dan membuat semua tangga sosial terpanjat

Kata ibuku,
Nak, tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina
Kejarlah asa hingga angkasa
Tanyakan segalanya
Tanyakan tentang manusia
Tanyakan tentang dunia
Tanyakan tentang langit
Tanyakan tentang semesta

Tanyakan semua

Jangan kembali jika kau belum mengerti,
Begitu kata ibuku

Dan ketika akhirnya aku kembali
Benak sesak dengan sejuta kontemplasi
Ibu malah menatapku pedih
Dengan air mata jatuh membasahi pipi
Nak, apa yang terjadi?
Matanya berkaca ketika kuberikannya jawaban

Atas satu pertanyaan;

Siapa Tuhanmu?


Aku.

***

Kepada Yth, Bibit Penerus Bangsa

Lihat disana,
Mereka yang menyebut diri bibit penerus bangsa
Berbicara
Berorasi
Berdebat
Mereka bilang itu perjuangan
Perjuangan demi rakyat yang telah menafkahi
Tahun-tahun mereka duduk di kelas
Menuntut ilmu
Menggapai asa
Membangun ego

Lihat disana,
Mereka yang menyebut diri bibit penerus bangsa
Kini sudah dewasa
Berbicara dihadapan rakyat jelata
Mengumbar semua kecuali kerja nyata
Memuntahkan kata dengan bangga
Seolah mereka mahatahu
Dan rakyat hanyalah monyet dungu
Semua hanya demi sebuah usaha
Perlindungan ego dari benturan malu

Logika
Akuisisi
Fragmentasi
Akuntabilitas
Intervensi
Denominasi
Fluktuatif
Relatif
Inflasi
Deflasi

Tuan… kami rasanya ingin berteriak,
Kami tidak butuh kata,
Kami butuh nasi

*** 

Dia adalah Warna

Dia adalah Biru
Laut
Langit
Dan sepasang celana jeans usang di lemari
Dia Biru layaknya rindu
Dia Biru dan dia  sendu

Dia adalah Merah
Api
Mawar
Dan darah
Dia adalah Merah yang membara
Dia adalah Merah yang bergairah

Tapi dia adalah Abu-abu
Tidak merah dan tidak pula biru
Dia abu dan kelabu
Bagai mendung di hari Rabu
Dan hujan yang kemudian datang menyerbu

***

So those are the ones I wrote tapi gak dikirim. And this one is the one I finally send in (30 minutes before the deadline, yeah kids I like to live life dangerously).

***

Pesan Bumi untuk Planet Selanjutnya

Jika suatu saat nanti aku tak ada lagi,
Kawan,
Bolehkah kutitipkan padamu beban ini?

Maafkan aku yang tak lagi mampu,
Kawan,
Sesungguhnya, dan jika saja aku bisa
Urung aku membiarkanmu menanggungnya
Tak akan tega 'ku melihatmu menderita

Tapi, Kawan
Maafkan aku
Aku tak lagi mampu

Aku telah habis diperkosa ketamakan
Diinjak-injak keangkuhan
Dimutilasi ambisi
Dibakar oleh benci

Dan aku, Bumi,
Sudah tidak kuat lagi.

***

It didn't win, just as I expected. But hey, I was a newbie and it's only normal (isn't it?) But I'm proud of myself. Lagian, deklamatornya menang (YAAAAAAAYY!) He got 2nd place, isn't he just great? 

I guess that's all for this post. I'll be posting another drabble soon! Stay tune aight, Love?

xoxo
F.

No comments:

Post a Comment