Friday 11 December 2015

#9 Kita Pernah Begitu, Dulu


Kita pernah begitu, dulu. Berseragam putih abu-abu, dibawah langit mendung dan hujan yang jatuh mengguyur jalan. Aku berbalut jaketmu, kamu berbalut pelukanku.

Ingatkah kamu? Hari itu hari Rabu. Kita basah kuyup dan akhirnya menyerah pada alam yang sedang mandi, memilih berhenti dan berteduh dibawah atap emperan toko buku. Menonton satu-satu air jatuh membentur tanah, mengaliri jalan, membentuk sungai impromptu sebelum akhirnya masuk membanjiri selokan.

Aku ingat. Ya, aku ingat kamu. Kamu dan rambutmu yang dihiasi bulir-bulir air hujan. Kamu dan buku tulis Sejarah yang tiba-tiba dikeluarkan dari ransel.

Aku mau buat perahu, begitu katamu waktu itu.

Aku tertawa. Boleh juga idemu, aku mau satu.

Kamu tersenyum, dan memberikanku satu kertas dari robekan buku Sejarahmu.

Kamu buat satu perahu. Aku buat satu perahu.

Mau dilayarkan dimana? tanyaku.

Lihat saja. Katamu, lalu membungkuk dan meletakkan perahu buatanmu di sungai impromptu dekat tempat kita berteduh. Perahumu bergerak menunggangi arus.

Aku berjongkok disampingmu dan melayarkan perahuku diatas sungai impromptu. Aku menatapmu, kamu menatapku. Kita tertawa. Hujan belum reda juga.

Dan dua perahu kertas, berlayar tanpa gentar mengarungi arus deras sungai impromptu. Perahumu, dan perahuku. Perahu kita.

***

Ah, hujan selalu membuatku rindu.


Now playing: suara hujan