But I won't talk about that in this post, no. I will talk about... poems. Now, this is a new area for me. Jadi gini, in one of those days of November gue tiba-tiba terpilih menjadi kontingen puisi dalam ajang perlombaan seni bertajuk UI Art War. Those of you yellow jacketers must know what that competition is. Dan ya, I was one of the kontingen (the fuck is the english of kontingen, please pardon my bilingual-ness).
It was on a whim really, I didn't even thought about applying at al at first. Tapi akibat peer pressure (???) akhirnya gue memutuskan untuk mencoba. Poem is never really my forte. Yes, I write but it's more like a short story, novelet, drabble. Never poems.
Imagine how shocked I am when I got the notification that I was choosen to be the kontingen.
So, in the process of that gue diharuskan untuk membuat dan mengirimkan beberapa puisi. And this post, is about the poems I wrote and the one I finally send in for the competition.
***
Kata Ibuku
Kata Ibuku,
Ilmu membuat seseorang terhormat
Ilmu mengangkat derajat,
Dan membuat semua tangga sosial
terpanjat
Kata ibuku,
Nak, tuntutlah ilmu hingga ke
negeri Cina
Kejarlah asa hingga angkasa
Tanyakan segalanya
Tanyakan tentang manusia
Tanyakan tentang dunia
Tanyakan tentang langit
Tanyakan tentang semesta
Tanyakan semua
Jangan kembali jika kau belum
mengerti,
Begitu kata ibuku
Dan ketika akhirnya aku kembali
Benak sesak dengan sejuta
kontemplasi
Ibu malah menatapku pedih
Dengan air mata jatuh membasahi
pipi
Nak, apa yang terjadi?
Matanya berkaca ketika
kuberikannya jawaban
Atas satu pertanyaan;
Siapa Tuhanmu?
Aku.
***
Kepada Yth, Bibit Penerus Bangsa
Lihat disana,
Mereka yang menyebut diri bibit
penerus bangsa
Berbicara
Berorasi
Berdebat
Mereka bilang itu perjuangan
Perjuangan demi rakyat yang telah
menafkahi
Tahun-tahun mereka duduk di kelas
Menuntut ilmu
Menggapai asa
Membangun ego
Lihat disana,
Mereka yang menyebut diri bibit
penerus bangsa
Kini sudah dewasa
Berbicara dihadapan rakyat jelata
Mengumbar semua kecuali kerja
nyata
Memuntahkan kata dengan bangga
Seolah mereka mahatahu
Dan rakyat hanyalah monyet dungu
Semua hanya demi sebuah usaha
Perlindungan ego dari benturan
malu
Logika
Akuisisi
Fragmentasi
Akuntabilitas
Intervensi
Denominasi
Fluktuatif
Relatif
Inflasi
Deflasi
Tuan… kami rasanya ingin
berteriak,
Kami tidak butuh kata,
Kami butuh nasi
Dia adalah Warna
Dia adalah Biru
Laut
Langit
Dan sepasang celana jeans usang di lemari
Dia Biru layaknya rindu
Dia Biru dan dia sendu
Dia adalah Merah
Api
Mawar
Dan darah
Dia adalah Merah yang membara
Dia adalah Merah yang bergairah
Tapi dia adalah Abu-abu
Tidak merah dan tidak pula biru
Dia abu dan kelabu
Bagai mendung di hari Rabu
Dan hujan yang kemudian datang menyerbu
***
So those are the ones I wrote tapi gak dikirim. And this one is the one I finally send in (30 minutes before the deadline, yeah kids I like to live life dangerously).
***
Pesan
Bumi untuk Planet Selanjutnya
Jika suatu saat nanti
aku tak ada lagi,
Kawan,
Bolehkah kutitipkan
padamu beban ini?
Maafkan aku yang tak
lagi mampu,
Kawan,
Sesungguhnya, dan jika
saja aku bisa
Urung aku membiarkanmu
menanggungnya
Tak akan tega 'ku
melihatmu menderita
Tapi, Kawan
Maafkan aku
Aku tak lagi mampu
Aku telah habis
diperkosa ketamakan
Diinjak-injak
keangkuhan
Dimutilasi ambisi
Dibakar oleh benci
Dan aku, Bumi,
Sudah tidak kuat lagi.
***
It didn't win, just as I expected. But hey, I was a newbie and it's only normal (isn't it?) But I'm proud of myself. Lagian, deklamatornya menang (YAAAAAAAYY!) He got 2nd place, isn't he just great?
I guess that's all for this post. I'll be posting another drabble soon! Stay tune aight, Love?
xoxo
F.